Kencan Pertama Yang Tak Terlupakan - NDOMAX
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Kencan Pertama Yang Tak Terlupakan

Sebagai seorang gadis remaja yang tengah tumbuh dewasa membuatku penasaran dengan yang namanya berpacaran. Karena kedua kakakku telah memiliki kekasih dan hubungan mereka terlihat begitu dekat dan mesra sehingga membuatku merasa sedikit iri. Perkenalkan nama panggilanku Linda dan aku masih berusia 17 tahun. Badanku lumayan tinggi dengan bentuk tubuh yang cukup proporsional dan kulitku kuning bersih. Model rambutku biasa saja dan panjang hingga sepundak namun aku lebih sering menjepitnya keatas seperti orang yang hendak pergi mandi.

Menurutku buah dadaku tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Sangat proporsional antara tinggi dan berat badanku. Sikapku memang ceria dan senang bergaul sehingga memiliki banyak teman baik disekolah maupun diluar sekolah.

Terkadang kelakuan sedikit kekanak kanakan dan manja namun pada dasarnya aku cukup bertanggung jawab.
Pengalaman ini terjadi sekitar awal bulan April. Pengalaman ini tidak kukarang sendiri tapi berdasarkan cerita asli yang kualami. Ceritanya begini. Bermula saat aku berkenalan dengan seorang cowok, sebut saja namanya Riki. Orangnya tampan, tinggi sekitar 170 cm, dan tubuhnya atletis. Pokoknya sesuai dengan pria idamanku. Perbedaan umur kami sekitar 6 tahun, dan dia baru saja lulus dari universitas swasta terkenal di salah satu kota. Kami kenalan pada saat aku sedang mempersiapkan acara untuk perpisahan sekolah. Letak sekolahku berada di pusat kota dan sangat terkenal dengan prestasi para siswanya. Dan pada saat itu Riki sedang menemani adiknya yang kebetulan panitia perpisahan sekolah kami. Pada saat itu Riki hanya melihat-lihat persiapan kami dan duduk di ruangan sebelah. 


Akhirnya pada saat istirahat siang, inilah pertama kalinya kami ngobrol-ngobrol. Dan pada saat kenalan tersebut kami sempat menukar nomor telepon. Kira -kira tiga hari kemudian, Riki menelepon ke rumahku. 
“Hallo selamat sore, bisa bicara dengan Linda, ini dari Riki. 
“Ada apa, kok tumben mau nelepon ke sini, aku kira sudah lupa. sahutku 
“Gimana kabar kamu, mana mungkin aku lupa. Hmm, Lin ada acara nggak malam minggu ini.” 
Aku sempat kaget Riki mengajakku keluar malam minggu ini. Padahal baru beberapa hari ini kenalan tapi dia sudah berani mengajakku keluar. Ah, biarlah, cowok ini memang idamanku kok. pikirku 
“Hmmm… belum tau, mungkin nggak ada, dan mungkin juga ada. jawabku. 
“Kenapa bisa begitu. balas Riki. 
“Ya, kalaupun ada bisa dibatalin seandainya kamu ngajak keluar dan kalo batal acaranya aku bakalan akan nggak terima telpon kamu lagi. balasku lagi. 
“Ooo begitu. kalau gitu aku jemputnya ke rumahmu, sabtu sore, kita jalan-jalan aja. Di mana alamat rumahmu.” 


Kemudian aku memberikan alamat rumahku di yang terletak disebuah perumahan. Dan ternyata rumah Riki tidak begitu jauh dari rumahku. Ya, untuk seukuran kota, segala sesuatunya dihitung dengan waktu bukan jarak. 
Tepat hari sabtu sore, Riki datang dengan kendaraan dan parkir tepat di depan rumahku. Setelah tiga puluh menit di rumah, ngobrol -ngobrol dan pamitan dengan orang rumah, akhirnya kami meninggalkan rumah dan belum tahu mau menuju ke mana. Di dalam mobil kami berdua, ngobrol sambil ketawa-ketawa dan tiba-tiba Riki menghentikan mobilnya tepat di lapangan tenis yang ada di pinggiran kota. 


“Lin, kamu cantik sekali hari ini, boleh aku mencium kamu. bisik Riki mesra. 
“Rik, apa kita baru aja kenalan, dan kamu belum tau siapa aku dan aku belum tau siapa kamu sebenarnya, jangan-jangan kamu sudah punya pacar.” 
“Kalo aku sudah punya pacar, sudah pasti malam minggu ini aku ke tempat pacarku.” 
“Rik, terus terang semenjak pertama kali melihat kamu aku langsung tertarik.” 

Tiba-tiba tangan Riki memegang tanganku dan meremasnya kuat -kuat.”Aku juga Lin, begitu melihat kamu langsung tertarik.” 
Dan Riki menarik tanganku hingga badanku ikut tertarik, lalu Riki memelukku erat-erat dan mencium rambutku hingga telingaku. Aku merinding dan tiba-tiba tanpa kusadari bibir Riki sudah ada di depan mataku. Dan pelan-pelan Riki mencium bibirku. Pertama-tama, sempat kulepaskan. Karena inilah pertama kali aku dicium seorang laki-laki. Dan tanpa pikir panjang lagi, aku yang langsung menarik badan Riki dan mencium bibirnya. Ciuman Riki sepertinya sudah ahli sekali dan membuatku begitu bernafsu untuk menarik lidahnya. Oh.. betapa nikmatnya malam ini. Dan, lama-kelamaan tangan Riki mulai meraba sekitar dadaku. 
“Jangan Rik, aku tidak mau secepat ini lagi pula kita melakukannya di depan jalan, aku malu Rik,” jawabku. 

Sebenarnya aku ingin dadaku diremas oleh Riki karena aku sudah mengidam-idamkan dan sudah membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya.
“Lin, bagaimana kalau kita nonton aja. Sekarang masih jam setengah delapan dan film masih ada kok.”

Akhirnya aku setuju. Di dalam bioskop kami mencari tempat posisi yang paling bawah. Riki sepertinya sudah sangat pengalaman dalam memilih tempat duduk. Dan begitu film diputar, Riki langsung melumat bibirku yang tipis. Lidah kami saling beradu dan aku membiarkan tangan Riki meraba di sekitar dadaku. Walaupun masih ditutupi dengan baju.
Tiba-tiba Riki membisikkan sesuatu di telingaku, “Lin, kamu membuat nafsuku naik.”
“Aku juga Rik,” balasku manja.

Dan Riki menarik tanganku dan mengarahkan tanganku ke arah penisnya. “Astaga,” pikirku. Ternyata diluar dugaanku, penis Riki sudah sangat tegang sekali. Dan aku tidak menyia-nyiakan kesempatan yang pertama kali ini. “Teruskan Lin, remas yang kuat dan lebih kuat lagi.” Tak lama kemudian, tangan Riki sudah berhasil membuka bajuku. Kebetulan saat itu aku memakai kemeja kancing depan. Sehingga tidak terlalu susah untuk membukanya. Kebetulan aku memakai BH yang dibuka dari depan.

Akhirnya tangan Riki berhasil meremas susuku yang baru pertama kali ini dipegang oleh seseorang yang baru kukenal. Riki meremasnya dengan lembut sekali dan sekali-kali Riki memegang puting susuku yang sudah keras. “Teruskan Rik, aku enak sekali..” Dan tanpa sengaja aku pun sudah membuka reitsleting celananya, yang pada saat itu memakai celana kain. “Astaga,” pikirku sekali lagi, tanganku dibimbing Riki untuk memasuki celana dalam yang dipakainya. Dan sesaat kemudian aku sudah meremas-remas penis Riki yang sangat besar. Kami saling menikmati keadaan di bioskop waktu itu. “Teruskan Rik, aku enak sekali..” Tidak terasa film yang kami tonton berlalu dengan cepat. Dan akhirnya kami keluar dengan perasaan kecewa.

“Kita langsung pulang ya Lin sudah malam,” pinta Riki.
“Rik, sebenarnya aku belum mau pulang, lagian biasanya kakak-kakakku kalau malam mingguan pulangnya jam 11:30 malam, sekarang masih jam 10:15, kita keliling-keliling dulu ya.” bisikku mesra.

Sebenarnya dalam hatiku ingin sekali mengulang apa yang sudah kami lakukan tadi di dalam bioskop. Namun rasanya tidak enak bila kukatakan pada Riki. Mudah-mudahan Riki mengerti apa yang kuinginkan.
“Ya, sudah kita jalan-jalan ke tempat lain saja, sambil ngeliat orang-orang yang lagi bingung juga. balas Riki dengan nada gembira.

Sampai di sebuah tempat parkir lalu Riki memarkirkan mobilnya tepat di bawah pohon yang jauh dari mobil lainnya. Dan setelah Riki menghentikan mobilnya, tiba-tiba Riki langsung menarik wajahku dan mencium bibirku. Kelihatannya Riki begitu bernafsu melihat bibirku. Sebenarnya inilah waktu yang kutunggu-tunggu. Kami saling melumat bibir dan permainan lidah yang kami lakukan membuat gairah kami tidak terbendung lagi.

Tiba-tiba Riki melepaskan ciumannya. “Lin, aku ingin mencium susumu, bolehkan..” Tanpa berkata sedikit pun aku membuka kancing kemejaku dan membuka kaitan BH yang kupakai. Terlihat dua gundukan yang sedang mekar -mekarnya dan aku membiarkannya terpandang sangat luas di depan mata Riki. Dan kulihat Riki begitu memperhatikan bentuk bulatan yang ada di depan matanya. Memang susuku belum begitu tumbuh secara keseluruhan, tapi aku sudah tidak sabar lagi untuk dicium oleh seorang lelaki.
“Lin, apa ini baru pertama kali ada yang memegang yang menciumi susumu,” bisik Riki.
“Iya, Rik, baru kamu yang pertama kali, aku memberikan ke orang yang benar -benar aku inginkan,” balasku manja.

Tak lama kemudian, Riki dengan lembutnya menciumi susuku dan memainkan lidahnya di seputar puting susuku yang sedang keras. Aduh enak sekali rasanya. Inilah waktu yang tunggutunggu sejak lama. Nafsuku langsung naik pada saat itu.

“Jangan berhenti Rik, teruskan ya… aku enak sekali..” Dan tanganku pun dibimbing Riki untuk membuka reitsleting celananya. Dan aku membukanya. Kemudian Riki mengajak pindah tempat duduk dan kami pun pindah di tempat duduk belakang. Sepertinya di belakang kami bisa dengan leluasa saling berpelukan. Baju kemejaku sudah dilepas oleh Riki dan yang tertinggal hanya BH yang masih menggantung di lenganku. Reitsleting celana Riki sudah terbuka dan tiba-tiba Riki menurunkan celananya dan terlihat jelas ada tonjolan di dalam celana dalam Riki. Dan Riki menurunkan celana dalamnya. Terlihat jelas sekali penis Riki yang besar dan berwarna kecoklatan. Ditariknya tanganku untuk memegang penisnya. Dan aku tidak melepaskan kesempatan tersebut. Riki masih terus menjilati susuku dan sekali-kali Riki menggigit puting susuku. 

“Rik, teruskan ya… jilat aja Rik, sesukamu..” desahku tak karuan.

Sementara aku masih terus memegang penis Riki. Dan sepertinya Riki makin bernafsu dengan permainan seksnya. Akhirnya Riki sudah tidak tahan lagi.
“Lin, kamu isap punyaku ya… mau nggak?”
“Isap bagaimana..”
“Tolong keluarin punyaku di mulutmu.”

Sebenarnya aku masih bingung, tapi karena penasaran apa yang dimaui Riki, maka aku menurut saja apa permintaannya. Dan Riki merubah posisi duduknya, Riki menurunkan kepalaku hingga aku berhadapan langsung dengan kepunyaan Riki.
“Rik, besar sekali punyamu.”
“Langsung aja Lin, aku sudah tidak tahan..”

Aku langsung mengulum pelan-pelan kepunyaan Riki. Inilah pertama kali aku melihat, memegang dan mengisap dalam satu waktu. Aku menjilati dan kadang kutarik dalam mulutku kepunyaan Riki. Sekali-kali kujilati dengan lidahku. Dan sekali-kali juga kujilati dan kuisap buah kepunyaan Riki. Aku memang menikmati yang namanya penis. Mulai dari atas turun ke bawah. Dan kuulangi lagi seperti itu. Dan kepala penis kepunyaan Riki aku jilatin terus. Ah… benar-benar nikmat.

Sekitar lima menit aku menikmati permainan punya Riki, tiba-tiba, Riki menahan kepalaku dan menyuruhku mengisap lebih kuat. “Terus Lin, jangan berhenti, terus isap yang kuat, aku sudah tidak tahan lagi..” Dan tidak lama setelah itu, Riki mengerang keenakan dan tanpa sadar, keluar cairan berwarna putih dari penis Riki. Apakah ini yang namanya sperma, pikirku. Dalam keadaan masih keluar, aku tidak bisa melepaskan penis Riki dari mulutku, aku terus mengisap dan menyedot sperma yang keluar dari penis Riki. Ah… rasa dan aromanya membuatku ingin terus menikmati yang namanya sperma. Aku pun tidak bisa melepaskan kepalaku karena ditahan oleh Riki. Aku terus melanjutkan isapanku dan aku hanya bisa melebarkan mulutmu dan sebagian cairan yang keluar tertelan di mulutku. Dan Riki kelihatan sudah enak sekali dan melepaskan tangannya dari kepalaku.

“Lin, aku sudah keluar, banyak ya..”
“Banyak sekali Rik, aku tidak sanggup untuk menelan semuanya, karena aku belum biasa.”
“Tidak apa-apa Lin..”

Kemudian Riki mengambil cairan yang terbuang di sekitar penisnya dan menaruh ke susuku. Aku pun memperhatikan kelakuan Riki. Dan Riki mengelus-elus susuku. Akhirnya jam sudah tepat jam 11 malam. Dan aku diantar oleh Riki tepat jam 11 lewat 35 menit. Karena besoknya kami berjanji akan ketemu lagi. Malamnya entah mengapa aku sangat sulit sekali tidur. Karena pengalamanku yang pertama membuatku penasaran, entah apa yang akan kulakukan lagi bersama Riki esoknya.Dan, malam itu aku masih teringat akan penis Riki yang besar dan aroma sperma serta ingin rasanya aku menelan sekali lagi. Ingin cepat-cepat kuulangi lagi peristiwa malam itu.

Besoknya dengan alasan ada pertemuan panitia perpisahan, aku akhirnya bisa keluar rumah.Akhirnya sesuai jam yang sudah ditentukan, Riki menjemputku dan Riki membawaku ke suatu tempat yang masih teramat asing buatku.

“Tempat apa ini Rik,” tanyaku.
“Lin, ini tempat kencan, daripada kita kencan di mobil lebih bagus kita ke sini aja, dan lebih
aman dan tentunya lebih leluasa. Kamu mau.”
“Entahlah Rik, aku masih takut tempat seperti ini.”
“Kamu jangan takut, kita tidak keluar dari mobil. Kita langsung menuju kamar yang kita pesan.”

Dan sampai di garasi mobil, kami keluar, dan di garasi itu hanya ada satu pintu. Sepertinya pintu itu menuju ke kamar. Benar dugaanku. Pintu itu menuju ke kamar yang sudah dingin dan nyaman sekali, tidak seperti yang kubayangkan. Terlihat ada kulkas kecil, kamar mandi dengan shower, dan TV 21, dan tempat tidur untuk kapasitas dua orang.
“Linda, kita santai di sini aja ya… mungkin sampai sore atau kita pulang setelah magrib nanti, kamu mau..” pinta Riki.
“Aku setuju saja Rik, terserah kamu.”

Setelah makan siang, kami ngobrol-ngobrol dan Riki membaringkan badanku di tempat tidur. “Lin, kamu mau kan melakukannya sekali lagi untukku.” Aku setuju. Sebenarnya inilah yang membuatku berpikir malamnya apa yang akan kami lakukan berikutnya. Riki berdiri di depanku, dan melepaskan kancing kemejanya satu persatu, dan membuka celana panjang yang dipakainya. Terlihat sekali lagi dan sekarang lebih jelas lagi kepunyaan Riki daripada malam kemarin. Ternyata kepunyaan Riki lebih besar dari yang kubayangkan. Dan, dalam sekejap Riki sudah terlihat bugil di depanku. Riki memelukku erat-erat dan membangunkanku dari tempat tidur. Sambil mencium bibirku, Riki menarik ke atas baju kaos ketat yang kupakai. Dan memelukku sambil melepaskan ikatan BH yang kupakai. Dan pelan-pelan tangan Riki mengelus susuku yang sudah keras. Dan lama -kelamaan tangan Riki sudah mencapai reitstleting celanaku dan membuka celanaku. Dan menurunkan celana dalamku. Aku masih posisi berdiri, dan Riki jongkok tepat di depan vaginaku. Riki memandangku dari arah bawah. Sambil tangannya memeluk pahaku.
“Lin, bodi kamu bagus sekali.”

Riki sekali lagi memperhatikan bulu-bulu yang tidak terlalu lebat dan menciumi aroma vaginaku.
“Lin, seandainya hari ini perawanmu hilang, kamu bagaimana.”
“Terserah kamu Rik, aku tidak peduli tentang perawanku, aku ingin menikmati hari ini, denganmu berdua, dan aku kepengen sekali melakukannya denganmu..”

Akhirnya aku pasrah apa yang dilakukan oleh Riki. Kemudian Riki meniduriku yang sudah tidak memakai apa-apa lagi. Kami sudah sama-sama bugil. Dan tidak ada batasan lagi antara kami. Riki bebas menciumiku dan aku juga bebas menciumi Riki. Kami melakukannya sama-sama dengan nafsu kami yang sangat besar. Baru pertama kali ini aku melakukannya seperti hubungan suami istri. Riki menciumi seluruh tubuhku mulai dari atas turun ke bawah. Begitu bibir Riki sampai di vaginaku yang sudah sangat basah, terasa olehku Riki membuka lebar vaginaku dengan jari-jarinya. Ah… nikmat sekali. Seandainya aku tahu senikmat ini, ingin kulakukan dari dulu. Ternyata Riki sudah menjilati klitorisku yang panjang dan lebar. Dengan permainan lidahnya di vaginaku dan tangan Riki sambil meremas susuku dan memainkan putingku, aku rasanya sudah sangat enak sekali. Sepertinya tidak kusia-siakan kenikmatan ini tiap detik. Riki sekali-kali memasukan jarinya ke vaginaku dan memasukkan lidahnya ke vaginaku.

Akhirnya dengan nafsu yang sudah tidak bisa kutahan lagi, kukatakan pada Riki. “Rik, masukkan punyamu ke punyaku ya… masukannya pelan -pelan,” pintaku. Riki lalu bangkit dari arah bawah. Dan menciumi bibirku. “Lin, kamu sudah siap aku masukkan, apa kamu tidak menyesal nantinya.” “Tidak Rik, aku tidak menyesal. Aku sudah siap melakukannya.”Lalu Riki melebarkan kakiku dan terlihat jelas sekali punya Riki yang sangat besar sudah siap-siap untuk masuk ke punyaku. Vaginaku sudah basah sekali. Dan kubimbing penis Riki agar tepat masuk di lubang vaginaku. Pertama-tama memang agak sakit, tapi punyaku sepertinya sudah tidak terasa lagi akan sakit yang ada, lebih banyak nikmatnya yang kurasakan. Dengan dorongan pelan dan pelan sekali, akhirnya punya Riki berhasil masuk ke dalam lorong kenikmatanku.
“Oh… enak sekali,” jeritku.
Terasa seluruh lorong dan dinding vaginaku penuh dengan penis besar kepunyaan Riki. Dengan sekali tekan dan dorongan yang sangat keras dari penis Riki, membuat hari itu aku sudah tidak perawan lagi. Riki membisikkan sesuatu di telingaku, “Lin, kamu sudah tidak perawan lagi.”

“Ngga apa-apa Rik, jangan dilepas dulu ya…”
“Terus Rik, goyang lebih kencang, aku enak sekali..” Dengan posisi aku di bawah, Riki di atas, kami melakukannya lama sekali. Riki terus menciumi susuku yang sudah keras, penis Riki masih terbenam di vaginaku. Akhirnya puncak kenikmatanku yang pertama keluar juga.
“Riki sepertinya aku sudah tidak tahan lagi… aku mau keluar.”
“Keluarin terus Lin, aku tidak akan melepaskan punyaku.”
“Rik, aku tidak tahan lagi… a..ahh… aaahh.. aku keluar Rik, aku keluar.. keluar Rik..enaak sekali, jangan berhenti, teruskan… aaaa… aaaa..” Pada saat orgasme yang pertama, Riki langsung menciumi bibirku. Oh… benar -benar luar biasa sekali enaknya.

Akhirnya aku menikmati kehangatan punya Riki dan aku masih memeluk badan Riki. Walaupun udara di kamar itu sangat dingin, tapi hawa yang kami keluarkan mengalahkan udara dingin.
“Lin, aku masih mau lagi, tidak akan kulepaskan… sekarang aku mau posisi enam sembilan. Kamu isap punyaku dan aku isap punyamu.”

Kemudian kami berubah posisi ke enam sembilan. Riki bisa sangat jelas mengisap punyaku. Dan kelihatan kliotorisku yang sangat besar dan panjang.
“Lin punyamu lebar sekali.”
“Isap terus Rik, aku ingin mengeluarkan sekali lagi dan berkali-kali.”

Aku terus mengisap punya Riki sementara Riki terus menjilati vaginaku dan kami melakukannyasangat lama sekali. Penis Riki yang sudah sangat keras sekali membuatku bernafsu untuk melawannya. Dan permainan mulut Riki di vaginaku juga membuatku benar-benar terangsang dan sepertinya saat-saat seperti ini tidak ingin kuakhiri.
“Rik… aku mau keluar lagi… aku tidak tahan lagi honey…”
“Tahan sebentar Lin, aku juga mau keluar..”

Tiba-tiba Riki langsung merubah posisi. Aku di bawah dan dia di atas. Dengan cepat Riki melebarkan kakiku, dan oh.. ternyata Riki ingin memasukkan penisnya ke vaginaku. Dan sekali lagi Riki memasukkan penisnya ke vaginaku. Walaupun masih agak sulit, tapi akhirnya lorong kenikmatanku dapat dimasuki oleh penis Riki yang besar.

“Dorong yang keras Rik, lebih keras lagi,” desahku. Riki menggoyangan badannya lebih cepat lagi.
“Iya Rik, seperti itu… terus… aaa..aaa… enak sekali, aku mau melakukannya terusmenerus denganmu..”
“Lin, aku sudah tidak tahan lagi… aku mau keluar…”
“Aku juga Rik, sedikit lagi, kita keluar sama -sama ya… aaa..”
“Lin… aku keluar..”
“Aku juga Rik… aaa… aa… terasa Rik, terasa sekali hangat spermamu..”
“Aduh, Lin… goyang terus Lin, punyaku lagi keluar…”
“Aduh Rik… enak sekali…”

Bibirku langsung menciumi bibir Riki yang lagi dipuncak kenikmatan. Tak lama kemudian kami sama-sama terdiam dan masih dalam kehangatan pelukan. Akhirnya kami mencapai kenikmatan yang luar biasa. Dan sama-sama mengalami kenikmatan yang tidak bisa diukur.
“Lin… spermaku sekarang ada di dalam punyamu.”
“Ia Rik…”

Tidak lama kemudian, Riki membersihkan cairan spermanya di vaginaku.
“Lin, kalo kamu hamil, aku mau bertanggungjawab.”
“Iya Rik..” jawabku singkat.

Akhirnya kami mandi sama-sama. Di kamar mandi kami melakukannya sekali lagi, dan aku mengalami kenikmatan sampai dua kali. Sekali keluar pada saat Riki menjilati vaginaku dan sekali lagi pada saat Riki memasukkan penisnya ke vaginaku. Riki pun mengalami hal yang sama.

Sorenya kami melakukannya sekali lagi. Kali melakukannya berulang kali. Dan istirahat kami hanya sebentar, tidak sampai satu jam kami sudah melakukannya lagi. Benar-benar luar biasa. Aku pun tidak tahu kenapa nafsuku begitu bergelora dan tidak mau berhenti. Kalau dihitunghitung dalam melakukan hubungan badan, aku sudah keluar 8 kali orgasme. Dan kalau hanya sekedar diisap oleh Riki hanya 3 kali. Jadi sudah 11 kali aku keluar. Sementara Riki sudah 7 kali.

Malamnya tepat jam 8.30 kami keluar dari penginapan. Padahal jika dipikir-pikir, hanya dalam waktu dua hari saja aku sudah melepaskan keperawananku ke seseorang. Dan sampai sekarang hubunganku dengan Riki bukan sifatnya pacaran, tapi hanya bersifat untuk memuaskan nafsu saja. Dan, baru kali ini aku bisa merasakan tidur yang sangat pulas sesampainya di rumah. Besoknya aku harus sekolah seperti biasa dan tentunya dengan perasaan senang dan ingin melakukannya berkali-kali. Seperti biasa setiap tanggal 20, aku datang bulan. Dan kemarin ini aku masih dapat. Aku langsung menelepon Riki sepulang dari sekolah.

“Rik, aku dapat lagi, dan aku tidak hamil.”
“Iya Lin… syukurlah…”
“Rik, aku ingin melakukannya sekali lagi, kamu mau Rik..”

Dan, ternyata kami bisa melakukannya di mana saja. Kadang aku mengisap penis Riki sambil Riki menyetir mobil yang lagi di jalan tol. Dan setelah cairan sperma Riki keluar yang tentunya semua kutelan, karena sudah biasa, setelah itu tangan Riki memainkan vaginaku. Kadang juga sebelum pulang aku tidak lagi mencium bibir Riki, tapi aku mengisap kepunyaan Riki sebelum turun dari mobil, hanya sekitar 2 menit, Riki sudah keluar. Dan aku masuk rumah masih ada sisa-sisa aroma sperma di mulutku. Di tiap pertemuan kami berdua selalu saling mengeluarkan. Jika kami ingin melakukan hubungan badan, biasanya kami menyewa penginapan dari siang sampai sore dan hanya dilakukan tiap hari sabtu karena pada saat itu sepulang sekolah Riki langsung mengajakku ke penginapan.

Mencoba menjadi setitik warna di dunia ini meskipun dunia ini sudah penuh dengan banyak warna

Post a Comment